Rabu, 03 April 2019

Delusive " Bagian Keempat "

Bagian Keempat

“ Tangan itu, tangan yang malam kemarin ku tarik secara paksa. Dan hari ini, tangan itu membantuku untuk berdiri “



Suasa kantin saat itu sangat ramai. Bukan, bukan karena semua guru briving tiba – tiba. Bukan juga karena ada siswa nakal yang bermain – main dengan bel sekolah. Tapi memang benar, saat ini sedang jam istirahat.

Aku berusaha agar langkahku terbuka selebar mungkin dan berjalan secepat mungkin. Karena aku menakuti satu hal. Mie ayam. Ya, aku takut mie ayam buatan Nini sudah habis diborong oleh anak – anak kelaparan atau anak – anak yang frustasi dengan soal fisika.

Aku bergumam, berdecak kesal ketika melihat warung mie ayam itu dikepung oleh mereka. Aku cukup sadar diri dengan postur tubuhku yang kecil. Di sana aku hanya akan menjadi pelampiasan keegoisan mereka. Aku menghela nafasku kasar. Bola mataku melirik ke sekitar kantin. Memang masih ada beberapa warung yang tidak terlalu ramai atau terkepung seperti warung mie ayam ini. Namun, aku bukan tipikal cewek yang mudah merubah haluan. Ya, dari kelas niat makan mie ayam dan pulang dari kanting dengan perut terisi oleh batagor atau siomay.

Aku tersenyum jail. Beberapa siswi yang melihat ku mungkin menganggap aku terlalu frustasi dengan soal matematika. Tak apa, yang penting aku tahu bagaimana caranya mendapatkan satu mangkuk mie ayam dengan selamat.

“ Air panas mbak, air panas permisi, air panas..” aku berteriak keras seolah – olah aku membawa segelas air panas. Dan lihat, aku berhasil menyelinap ke dalam warung. Untuk pertama kalinya, aku bersyukur dengan postur tubuhku yang seperti ini.
“ Selamat siang Nini cantik, mie ayam yang ini aku ambil ya,” aku tersenyum dan mengambil satu mangkuk mie ayam yang sudah siap sedia untuk disantap. Nini hanya menggeleng – gelengkan kepala melihat kreatifitasku untuk mendapatkan mie ayam buatannya. Sedangkan anak – anak yang lain? Menatapku kesal dan kembali melancarkan demonya.

Aku tersenyum. Berjalan dengan wajah gembira seperti anak – anak kecil yang berhasil memenangkan lotre. Beberapa pengunjung kantin menyauti ku agar aku membenarkan tali sepatuku yang terlepas. Namun aku hanya tersenyum  dan kembali sibuk mencari tempat duduk. Sampai di detik berikutnya, seseorang menginjak tali sepatuku ketika aku mengambil langkah berikutnya.

Brugh. Aku terhuyung dan terjatuh. Aku meringis, merasakan ngilu dilutut dan pinggangku. Mataku perih karena saat ini, mie ayam buatan Nini berhamburan di lantai.

Di detik berikutnya aku hanya menjadi tontonan publik. Suara tawa, cibiran yang mendominasi kantin ketika aku memasang wajah tak rela ku. Aku mendenggus, mencoba berdiri sendiri.

“ Namamu Jea kan? Mari aku bantu.” Aku mendonggak ke atas ketika sebuah tangan  terulur di depan wajahku.

Aku terkejut.

Laki – laki itu, laki – laki yang aku temui ketika malam kemarin dengan tangannya yang malam kemarin aku Tarik secara paksa dan saat ini, tangan itu membantuku untuk berdiri

Share:

0 komentar:

Posting Komentar