Bagian Satu
“ Teruntuk awal
yang baru, semoga cerita ini tak terlalu palsu “
Ruangan bercahaya itu
terlihat sangat ramai. Lampu – lampu, bunyi kamera terus saja bersahutan tanpa
celah. Saat ini, seorang gadis berusia 20 tahun tengah duduk dan melukis
senyuman di wajah manisnya. Matanya yang berwarna kopi itu memberikan sedikit
semburat kekhawatiran. Entah apa yang ia khawatirkan di ruangan yang sangat
ramai itu. Tapi tetap saja, kedipan mata dan tawa kecilnya selalu sukses
menyembunyikan kekhawatiran dari balik kamera.
" Selamat pagi Jea" perempuan
berbaju rapih yang uduk disamping gadis itu mulai berbicara. Melenggangkan
ruangan yang beberapa detik lalu sudah ramai seperti pasar.
"pagi juga" gadis bernama Jea
itu tersenyum dan menjawab salam pembuka acara itu dengan hangat.
" senang bisa bertemu kamu disini
dan bersedia membagikan sedikit kisah istimewamu pada kami" perempuan
itu-yang sepertinya pembawa acara ini tersenyum lagi. Memperlihatkan barisan
giginya yang rapih.
" Ah, tidak ada yang perlu
berterima kasih. Disini kita semua akan bercerita" Jea melirik beberapa
wartawan yang bersembunyi di balik kameranya sambil tersenyum ramah. Kali ini
tidak ada potret kekhawatiran dari salah satu manik matanya.
" Tapi, akan lebih banyak dirimu
yang bercerita dia acara 'Share It' ini". Pembawa acara itu tertawa
renyah. Mengulur waktu agar acara hari ini berjalan sesuai rencananya.
Jea terdiam, sedikit tertawa lalu
menghela nafasnya.
" Oke, baiklah Jea. Moment spesial
apa yang kamu akan ceritakan pagi ini Jea?"
Jea diam. Tampak berpikir. Membenarkan
anak rambutnya yang diam – diam menghalangi matanya.
" aku tidak punya moment
spesial" Wajah Jea datar. Tak ada semburat main – main disana.
Ruangan lenggang
beberapa saat. Semua wartawan menaikkan alis mereka. Heran. Ya, itu
pendefinisian yang tepat.
" Ah, jangan bergurau Jea, saya
dengar kamu adalah seorang gadis dengan sejuta bakat. Kamu bisa menceritakan
salah satu cerita dari bakatmu itu." pembawa acara itu mulai memuji Jea
" mungkin perlu di ralat, aku tidak
memiliki satu bakat pun." Jea tertawa kecil. Nada suara gadis itu lebih
ramah. Melirik semua wartawan yang dari tadi terheran disana. Apa benar ?
" ah, ternyata tamu kita yang satu
ini suka bergurau." Pembawa acara itu mencoba mencairkan suasana dengan
sedikit tertawa.
" aku tidak sedang bergurau."
Ucap Jea datar.
" Ah iya, kalau begitu Jea, apa
yang akan kamu ceritakan pagi ini?" pembawa acara itu mengulangi ucapannya.
Berharap gadis di depannya memulai ceritanya.
Jea terdiam. Menunduk.
Mengulur waktu. Semua wartawan yang sudah siap dengan kameranya ikut menunggu.
Bayangkan saja, bagaimana jika puluhan wartawan ini pulang ke kantor mereka
tanpa membawa cerita apapun. Dan saat ditanya apa alasannya, mereka akan
mnjawab tamu pagi ini tak membawa satupun cerita. Dan Jea. Gadis itu tak akan
membiarkan hal itu terjadi. Jea menghela nafasnya berat. Manik matanya mulai
berani menatap pembawa acara yang dari tadi memasang wajah dingin.
" Ada satu cerita panjang tentang
seseorang yang tercatat sebagai kenangan masa lalu ku."
"siapa?" pembawa acara itu
membantu Jea bercerita.
" Harusnya orang itu ada
disisni" Jea tersenyum getir. Pembawa acara yang berusia sekitar 30 tahun itu
tersenyum penuh arti.
" silahkan kamu boleh bercerita
tentangnya."
Jea menyapu
pandangannya ke setiap sudut ruangan yang semakin lama semakin ramai itu. Jea
tak menemukan Dia disana. Jea tersenyum, menatap sebentar pembawa acara lalu
menarik nafas
" Mari kita dengarkan cerita versi
aku tentang Dia".
Dan kamera – kamera canggih itu mulai
berfungsi saat itu juga.
0 komentar:
Posting Komentar