Jumat, 29 Maret 2019

Delusive " Bagian Satu "


Bagian Satu 


“ Teruntuk awal yang baru, semoga cerita ini tak terlalu palsu “

Ruangan bercahaya itu terlihat sangat ramai. Lampu – lampu, bunyi kamera terus saja bersahutan tanpa celah. Saat ini, seorang gadis berusia 20 tahun tengah duduk dan melukis senyuman di wajah manisnya. Matanya yang berwarna kopi itu memberikan sedikit semburat kekhawatiran. Entah apa yang ia khawatirkan di ruangan yang sangat ramai itu. Tapi tetap saja, kedipan mata dan tawa kecilnya selalu sukses menyembunyikan kekhawatiran dari balik kamera.

" Selamat pagi Jea" perempuan berbaju rapih yang uduk disamping gadis itu mulai berbicara. Melenggangkan ruangan yang beberapa detik lalu sudah ramai seperti pasar.

"pagi juga" gadis bernama Jea itu tersenyum dan menjawab salam pembuka acara itu dengan hangat.

" senang bisa bertemu kamu disini dan bersedia membagikan sedikit kisah istimewamu pada kami" perempuan itu-yang sepertinya pembawa acara ini tersenyum lagi. Memperlihatkan barisan giginya yang rapih.

" Ah, tidak ada yang perlu berterima kasih. Disini kita semua akan bercerita" Jea melirik beberapa wartawan yang bersembunyi di balik kameranya sambil tersenyum ramah. Kali ini tidak ada potret kekhawatiran dari salah satu manik matanya.

" Tapi, akan lebih banyak dirimu yang bercerita dia acara 'Share It' ini". Pembawa acara itu tertawa renyah. Mengulur waktu agar acara hari ini berjalan sesuai rencananya.

Jea terdiam, sedikit tertawa lalu menghela nafasnya.

" Oke, baiklah Jea. Moment spesial apa yang kamu akan ceritakan pagi ini Jea?"

Jea diam. Tampak berpikir. Membenarkan anak rambutnya yang diam – diam menghalangi matanya.

" aku tidak punya moment spesial" Wajah Jea datar. Tak ada semburat main – main disana.

Ruangan lenggang beberapa saat. Semua wartawan menaikkan alis mereka. Heran. Ya, itu pendefinisian yang tepat.

" Ah, jangan bergurau Jea, saya dengar kamu adalah seorang gadis dengan sejuta bakat. Kamu bisa menceritakan salah satu cerita dari bakatmu itu." pembawa acara itu mulai memuji Jea

" mungkin perlu di ralat, aku tidak memiliki satu bakat pun." Jea tertawa kecil. Nada suara gadis itu lebih ramah. Melirik semua wartawan yang dari tadi terheran disana. Apa benar ?

" ah, ternyata tamu kita yang satu ini suka bergurau." Pembawa acara itu mencoba mencairkan suasana dengan sedikit tertawa.

" aku tidak sedang bergurau." Ucap Jea datar.

" Ah iya, kalau begitu Jea, apa yang akan kamu ceritakan pagi ini?" pembawa acara itu mengulangi ucapannya. Berharap gadis di depannya memulai ceritanya.

Jea terdiam. Menunduk. Mengulur waktu. Semua wartawan yang sudah siap dengan kameranya ikut menunggu. Bayangkan saja, bagaimana jika puluhan wartawan ini pulang ke kantor mereka tanpa membawa cerita apapun. Dan saat ditanya apa alasannya, mereka akan mnjawab tamu pagi ini tak membawa satupun cerita. Dan Jea. Gadis itu tak akan membiarkan hal itu terjadi. Jea menghela nafasnya berat. Manik matanya mulai berani menatap pembawa acara yang dari tadi memasang wajah dingin.

" Ada satu cerita panjang tentang seseorang yang tercatat sebagai kenangan masa lalu ku."

"siapa?" pembawa acara itu membantu Jea bercerita.

" Harusnya orang itu ada disisni" Jea tersenyum getir. Pembawa acara yang berusia sekitar 30 tahun itu tersenyum penuh arti.

" silahkan kamu boleh bercerita tentangnya."

Jea menyapu pandangannya ke setiap sudut ruangan yang semakin lama semakin ramai itu. Jea tak menemukan Dia disana. Jea tersenyum, menatap sebentar pembawa acara lalu menarik nafas

" Mari kita dengarkan cerita versi aku tentang Dia".

Dan kamera – kamera canggih itu mulai berfungsi saat itu juga.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar