Selasa, 05 Mei 2020

Delusive " Bagian Keenam"




Bagian Keenam


“ Dia masih memiliki hak untuk mengenal perempuan lain selain aku. “


Sore itu ribuan rinai turun menyapa bumi. Membuat beberapa petak tanah di sekolahku basah dan menahan beberapa siswa pejalan kaki seperti aku agar berdiam diri di sekolah lebih lama.

Aku menadahkan tanganku ke atas. Menyapa gerimis yang semakin lama semakin deras. Jika saja kemarin sore aku melancarkan niatku untuk memberi makan ponselku, mungkin saat ini aku bisa menelpon adikku agar menjemput. Tapi, itu hanya dapat menjadi pilihan kedua. Pasalnya adikku yang berusia satu tahun lebih muda dariku tidak mudah terbujuk untuk untuk keluar rumah dan menjemput kakaknya yang tertahan hujan.

Lihat, langit semakin gelap dan sekolah semakin sepi namun rinai itu belum juga berhenti. Aku menengguk silivaku. Meyakinkan diriku agar siap menerima resiko ketika aku memilih rencana A. berlari Bersama hujan sampai ke rumah. Memang tidak ada resiko yang terlalu vatal ketika memilih untuk berlari di bawah hujan. Hanya saja, aku kurang siap untuk mengeringkan bajuku karena baju ini masih ku pakai sebagai seragam esok.

Namun, mau bagaimana lagi? Tak ada pilihan yang lain yang memeiliki resiko lebih kecil. Mirisnya, diantara deretan siswa yang mengeluarkan payungnya, aku tak menemukan sosok yang aku kenal untuk berbaik hati agar tubuh kecilku bisa menggunakan paying itu Bersama.

Ah iya, Payung. Laki – laki itu. Aku tak menemukan ia hari ini. Aku tak dapat menemukan ia dimanapun karena aku tak mengetahui nama lengkapnya. Remaja laki – laki yang aku temui malam itu. Remaja laki – laki yang hanya diam, menatap, mendengus pelan ketika aku mengajaknya berbicara. Remaja laki – laki yang beberapa hari lalu membantuku berdiri dan memberiku sebuah jawaban bahwa ia tidak bisu seperti apa yang aku pikirkan.

Dan sekarang, aku melihatnya. Di sebelahku. Tepat disebelah kananku.

“ Hai Jea, kamu belum pulang ?” laki – laki itu membuat ku terkejut lagi.

“ aku masih disini itu artinya aku belum pulang.”

“ memangnya kamu sedang apa?”

Tunggu, dia bertanya aku sedang apa? Ah, tidakkah matanya yang bulat itu tak bisa mengirimkan saraf di otaknya bahwa aku sedang menunggu hujan?

“ menunggu hujan,” jawab ku singkat.

“ apa yang kamu tunggu dari hujan?” ia kembali bertanya.

Aku berdecak pelan, mengalihkan pandangan. Tanpa menjawab. Namun, aku takut ia menganggapku bisu saat itu.

“ menunggu rinainya berhenti jatuh.”

“ kalau begitu kita sama.” Ia hanya tersenyum percaya diri lalu meniru apa yang aku lakukan. Menadahkan tangan keatas dan menyapa rinai.

“ mau pulang bersamaku Jea? “

Aku menengok untuk menatapnya lagi. Pertanyaan yang ia lontarkan membuatku kaget. Apa katanya? Ia mengajakku pulang?

“ memangnya kita searah?”

“ emmm, tidak tahu sih, memangnya dimana rumahmu?” ah, yang benar saja. Dia ini terlalu lucu.

“ Rumahku di depan perumahan sana. Kamu ingat tempat pertama kali aku mengajakmu bicara? Ya, di dekat sana. “

“ baiklah, ayo pulang. “
Ia membentangkan jaketnya untuk menutupi kepalaku dan kepalanya. Dan untuk pertama kalinya, aku menganggap remaja laki – laki disebelahku ini akan menjadi teman baruku.

Tak banyak yang kami bicarakan dalam perjalanan pulang. Setidaknya aku punya teman bicara dalam perjuanganku menerobos hujan hari ini. Dia lawan bicara yang menyenangkan. Berbeda sekali dengan remaja laki – laki yang kutemui malam itu.

“ Terima kasih Payung, ini rumahku. Kamu mau masuk?” aku bertanya basa – basi, lagi pula ibuku yang penyabar itu tak akan mengizinkan laki – laki manapun untuk mampir.

“ Tidak, ini sudah larut. Aku mau pulang. Rumahku setelah belokan di depan.” Ia tersenyum, beranjak pergi dan aku membuka pintu.

Aku tak lekas beranjak dari jendela untuk melihat punggung itu menjauh dari rumahku. Karena dia, masih berada di depan halamanku. Berbicara dengan seorang gadis yang satu usia dengan ku. Jeaneva Azzahra. Tetanggaku sekaligus teman masa kecilku.

Ada bagian kecil di dalam tubuuhku yang menunjukan bahwa aku tak menyukai pemandangan itu. Aku menepisnya, Payung bukan siapa – siapa untuk ku.  Dia hanya akan menjadi teman baru.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar