Seperti
Hujan di Bulan Januari
“ Aku
tahu,kisah kita seharusnya dapat berakhir dengan baik. Aku dan kamu seharusnya
sama – sama mengerti. Seperti Januari yang perlu waktu beradaptasi.”
Seperti bulan Januari yang selalu
menjadi awal bagi tahun dan harapan yang baru, Kisah kita berawal dari temu
tidak disengaja. Sebelumnya aku tak pernah tahu bahwa semesta melahirkan
seorang anak laki – laki seperti dirimu. Sebuah nama yang dimiliki oleh seorang
pengirim pesan yang memenuhi ruang obrolan di ponselku akhir – akhir ini. Lagi
pula perempuan mana yang mampu menolak sapaan ramah dengan ketukan pintu yang
sopan? Siapapun yang tidak memandang rupa,aku rasa perihal kenyamanan hati yang
dicari bukan ?
Awal dari kisah kita memang tidak
berjalan dengan baik. Sebelumnya bahkan kita tak pernah bertatap muka hanya
untuk sekadar menyebutkan nama. Seperti awan- awan disana yang tiba – tiba
menumpahkan kekesalan tanpa tanda.
Sebuah permintaan lagi – lagi menjadi alasan
kita mewujudkan temu. Aku masih ingat bagaimana dulu kamu yang bahkan tidak
tahu banyak tentang aku, meluangkan waktumu untuk menunggu. Padahal saat itu,aku sendiri masih diselimuti
oleh ragu
“ Aku pulang sendiri aja A Ifa,” Aku
menghampirinya sekejap
“ Aku udah nunggu loh Na, kan sekarang hari
kamis.” kamu mengelak.
“ Aku masih bisa sendiri A Ifa” Aku berlalu
meninggalkan dia untuk menciptakan jarak. Dan kamu pergi tanpa mengejar lagi.
Aku juga masih ingat bagaimana dulu
caraku menimbang – nimbang. Di tengah beberapa kabar yang aku dengar tentang
dirimu dan menambah volume raguku untuk memutuskan menandai namamu.
“ Kamu tahu Na, dia itu tipikal laki –laki
yang hidupnya penuh dengan penasaran.” Temanmu yang memperkenalkan kita mulai
berbicara.
“ maksudnya penasaran?” aku kembaliheran.
“ Ya gitu, kalau rasa penasarannya udah
terjawab,ya selesai. Maksudnya dia bisa terlalu cepar mengakhiri dan memilih
awal yang baru. “ dia menjelaskan lagi.
Aku hanya mengangguk.
“ Aku udah anggap kamu seperti adik. Jadi hati
– hati. Meskipun disini aku sebagai temannya yang harus mendukungnya,tapi untuk
yang satu ini aku berdiri di oposisi. “
“ Aku tahu. A Arif memang kakak aku.”
“ Sebenarnya semuanya ada di keputusan kamu.
Aku cuman bisa berharap kalau nanti kamu
milih dia dan yakin dengan dia, kamu dan dia selalu baik – baik saja. Bagaimanapun
juga Na..” laki-laki di hadapanku ini menatapku sepenuhnya.
“ Menyukai seseorang tidak semudah itu.” Dia
tersenyum. Mengacak – ngacak rambutku kemudian pamit pulang.
Kamu harus tahu,ada satu hal lagi yang
membuat aku sepenuhnya membiarkan kamu dengan aku yang lain dan mulai
menciptakan sekat agar kita tidak bertemu.
“ Kamu dulu pernah cerita sama aku tentang
kakak kelas yang ini kan? “ temanku memperlihatkan fotomu.
“Iya,kenapa? Oh iya,aku dengar kalian satu
ekstrakulikuler sekarang ya?” aku tersenyum.
“ Justru itu yang aku mau bicarain sama kamu
Na, “ alisku terangkat mempersilahkan dia untuk melanjutkan ceritanya.
“ Aku dengar dia lagi membuat hubungan serius
sama salah satu anak di ekstrakulikuler itu.”
“Maksudnya?” aku bertanya lagi.
“ Rani, kamu tahu kan? Iya, dia deket - deket
sama anak yang namanya Rani.” Ceritanya selesai. Temanku menatapku iba. Aku
hanya tersenyum. Menyingkirkan segala prasangka buruk tentang kamu.
Entah siapa yang pergi dengan siapa.
Atau siapa yang ingin pergi dan mengajak siapa. Pada akhirnya, kisah kita
berarakhir dengan dua kepergian. Kamu
yang lebih dulu dan aku dengan alasan yang aku tuangkan dalam tulisan.
Seperti hujan di bulan Januari yang
menambah riuh masalah yang hadir. Mengenalmu membuat aku sendiri bernafas
dengan hari – hari yang dipenuhi ragu. Lagi –lagi dengan dua pilihan antara
menyambutmu atau menutup pintu. ah
ya, bahkan sebelum aku membukakan pintu,kamu lebih dulu meninggalkan
sosok aku.
Seperti setelah hujan reda, aku pikir
hari –hari setelah kamu pergi aku akan baik- baik saja. Hatiku memang masih
seutuhnya berada pada genggamanku. Namun teman –temanmu selalu sukses membuat suasana
hatiku tidak baik- baik saja setelahnya. Jika aku boleh melahirkan kata lagi,
aku tak akan menuliskan kisah kita tanpa sengaja. Aku selalu menikmatinya . Menikmati
setiap keluhan diakhiri perpisahan dengan jarak yang kamu ciptakan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusJadi, ini a ifa... cerpenmu bagus, dan aku suka:)
BalasHapusweh?:v
HapusBakal ada bulan maret ga nihh?:v
HapusSelalu ada,
Hapus